4vEwQwn2N76CQsEE22YcimIBXTw6fR8sELEf9IPn
Bookmark

Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pengusaha Kena Pajak

Dalam menjalankan kewajiban perpajakan, Wajib Pajak harus memenuhi ketentuan formal diantaranya mempunyai Nomor Pokok Wajib pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak. Pada kesempatan ini, akuntansi mandiri akan membahas tentang Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pengusaha Kena Pajak agar kita semua semakin jelas dan paham terkait dengan administrasi perpajakan yang ada di Indonesia. NPWP dan PKP mempunyai fungsi yang berbeda namun merupakan alat yang digunakan untuk memenuhi kewajiban perpajakan.

Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah alat dalam menjalankan administrasi perpajakan yang berfungsi sebagai tanda pengenal diri atau identitas dari Wajib Pajak. Setiap Wajib Pajak hanya diberikan satu NPWP. NPWP juga dipergunakan untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan. Dengan mempunyan NPWP, Wajib Pajak memperoleh manfaat langsung lain diantaranya pembayaran pajak dimuka (angsuran/kredit pajak) atau fiskal luar negeri yang dibayar pada saat Wajib Pajak melakukan perjalanan ke luar negeri, sebagai syarat dalam mengurus Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), dan juga sebagai salah satu syarat dalam pembuatan rekening koran di bank-bank. Atas Wajib Pajak yang tidak mendaftarkan diri dan tidak mempunyai NPWP akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Perpajakan yang berlaku.

Baca Juga: Tata Cara Pemungutan, Jenis, dan Hukum Pajak

Penghasilan Kena Pajak (PKP)

Pengusaha Kena Pajak (PKP) merupakan pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN) dan perubahanya, tidak termasuk pengusaha kecil yang telah ditentukan batasanya dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP.

Syarat menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Syarat wajib bagi pengusaha yang dikukuhkan sebagai PKP yaitu mempunyai pendapatan bruto (omzet) dalam satu tahun buku mencapai Rp 4,8 Miliar. Pengusahan yang melakukan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa kena Pajak (JKP) dalam daerah pabean dan/atau melakukan ekspor BKP berwujud, ekspor JKP, dan/atau ekspor BKP tidak berwujud mempunyai kewajiban sebagai berikut:

  • Melaporkan usaha yang dikukuhkan sebagai PKP
  • Memungut pajak terutang
  • Menyetorkan PPN yang masih harus dibayar dalam Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan yang dapat dikreditkan serta menyetorkan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang
  • Melaporkan pemungutan, penyetoran, dan penghitungan pajaknya paling lambat akhir bulan berikutnya  melalui SPT Masa PPN

Bagi Wajib Pajak yang belum memenuhi kriteria tersebut namun membutuhkan pengukuhan sebagai PKP, maka dapat mengajukan diri sebagai PKP kepada Kantor Pelayanan pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal, tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak.

Syarat pengajuan PKP sebenarnya tidak terlalu rumit, akan tetapi kebanyakan pengusaha gagal memperoleh status sebagai PKP karena pengajuaknya ditolak. Alasan penolakan dari DJP pada uumnya karena dalam rangka penerbitan PKP, KPP akan terlebih dahulu melakukan survei dan verifikasi ke alamat domisili/kegiatan usaha pengusaha. Usaha yang tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan keraguan bagi petugas pajak yang melakukan survei ke lapangan terhadap keabsahan dan kelayakan perusahaan tersebut. Selain itu, penolakan juga bisa terjadi misalnya karena pengusaha melakukan penyerahan BKP/JKP yang dikecualikan/bukan objek PPN.

Download: Ebook UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan

Sebelum melakukan kunjungan umumnya petugas akan menelepon terlebih dahuu menginformasikan jadwal survei. Oleh sebab itu, Wajib Pajak harus memastikan telepon/HP yang dilampirkan aktif  selama masa pengajuan. Setiap KPP mempunyai metode survei yang berbeda-beda. Pada beberapa KPP, survei dilakukan dengan cara tanya jawab kepada pemilik/perwakilan perusahaan. Namun di KPP yang berbeda petugas lapangan dapat juga memberikan formulir yang harus diisi oleh pemilik perusahaan. Pertanyaan yang sering ditanyakan mencakup bidang usaha dan standar akuntansi yang dipakai oleh perusahaan.

Agar mendapatkan pengukuhan PKP, Wajib Pajak wajib mengisi dan menandatangani formulir Pengukuhan Pengusaha Kena pajak, selanjutnya melengkapi dengan dokumen yang disyaratkan. Tata cara pengisian formulir dibagi menjadi dua cara yakni mengisi formulir Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak melalui aplikasi e-Registrasi yang tersedia pada laman direktorat jenderal pajak di www.pajak.go.id dan mengisi formulir pengukuhan PKP secara tertulis (manual seperti biasa). Pengajuan permohonan pengukuhan PKP melalui aplikasi e-registration ini hampir sama dengan pendaftaran NPWP secara online melalui aplikasi e-Registration.

Pengiriman dokumen yang disyaratkan dapat dilakukan dengan mengunggah (upload) softcopy dokumen melalui Aplikasi e-registration atau mengirimkanya dengan menggunakan Surat Pengiriman Dokumen yang telah ditandatangani. Apabila dokumen yang disyaratkan belum diterima KPP dalam jangka waktu 14 hari setelah penyampaian permohonan pengukuhan secara elektronik, permohonan tersebut dapat dianggap tidak diajukan.


Demikian penjelasan dari kami terkait dengan Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pengusaha Kena Pajak. Semoga mudah dipahami dan semakin mencerahkan pengetahuan kita tentang NPWP dan PKP.


0

Posting Komentar